السلا م عليكم ورحة الله وبركا ته
بسم الله الر حمن الر حيم
Teman pasti punya kata- kata yang sangat
berharga, berpengaruh, sebagai pemotivasi , entah dari siapa.
Sebagai anak orang desa, aku tak banyak
mengenal kata- kata keren dari mereka mereka yang is the best. Masa
kecilkun pun sangat jarang mendapat arahan dari orang tua, sebagai anak
sulung , padaku terlalu besar harapan yang disandarkan padaku, sampai-
sampai aku dilarang bermimpi. Masa kecil meyedihkan. Disaat kulihat
teman- teman bermain- main dengan umur sebaya, disaat itu aku menjadi
pengganti ibu, ketika beliau bekerja. Bersih- bersih rumah, menjaga
jemuran ikan-ikan hasil usaha orang tua hingga bisa dapat dijadikan
uang, menjaga adik- adik, bahkan bekerja untuk mengisi uang saku
sendiri. Tak kusesali, namun yang paling perih dalam hidupku, ketika aku
harus mengubur mimpi yang pernah kususun .
Ada satu kalimat yang begitu berkesan
dimasa kecilku, kata- kata dari seorang kaka. (ustazd pengajar
dimadrasah, karena mereka saat itu remaja dan masih belajar);
berkeluh kesah, mencela apa yang Allah
tentukan, adalah termasuk salah satu dosa besar.
Untuk itulah aku tak ingin mengeluh. Tak
ingin mencaci kehidupan seberapa pun pahitnya. Yang sering kulakukan
hanyalah berusaha mencari- cari jalan penyelesaian dan mencari – cari
hikmah disetiap kejadian. Karena sesudah itu aku akan bisa mensykurinya,
walaupun kadang sudah terlalu banyak menguras air mata. Allah tak kan
menjhalimi hambanya; kata- kata inilah yang sering kuulang, untuk bisa
membuatku bertahan.
Ada juga satu kalimat, kalimat itu dari
buku akhlaqul banin, aku lupa seperti apa persisnya, yang ku ingat
hanyalah ;
janganlah berkata, uf, ah kepada orang tua.
Kalau mengingat masa- masa kecil, kadang
aku kagum pada masa kecilku, betapa ku tak pernah berkata; tidak, ah,
atau sekedar menggelengkan kepala, aku selalu menurut, seberapa pun
beratnya tu bagiku. Padahal duniaku dengan dunia ibuku, sangat berbeda.
Adalagi satu kalimat yang sangat berharga
bagiku. Kalimat itu dari buku yang yang ditulis seorang kaka, sebagai
hadiah atas prestasiku. Buku itu beliau sendiri yang tulis, dan khusus
hanya untukku. ; diantara isi buku itu;
Adikku. kamu bagaikan hidup dihutan
belantara, dan ilmu adalah senjata, dan banyak mangsa yang mengintaimu,
yang siap menerkam bahkan menghancurkanmu. Dan kamu punya senjata,
senjata itu takkan memberi manfaat apa- apa kalau kau tidak
mengayunkannya. Kamu akan binasa bersama senjatamu. Begitulah juga ilmu,
ilmu tak kan memberi manfaat apa- apa kalau kau tidak mengamalkannya.
Pesan- pesan sederhana yang terangkai
indah, membuat kehidupanku jadi lebih bermakna. Setelah dewasa,
kutemukan lagi hikmah yang luar biasa, kenapa masa kecilku kadang ku
merasa terlalu keras buatku, ternyata setelah dewasa aku pun harus lebih
kuat. Belakangan aku baru sadar, masa kecil adalah latihan buat masa
depanku. Ternyata aku dididik kemarin, untuk hari ini, dan hari untuk
hari depan, begitulah rangkaian seterusnya, sampai perpindahan alam
kelak. Dan disanalah penuaian apa yang telah kulakukan pada saat ini.
Ada lagi salah satu cerita yang begitu
berkesan dalam hidupku.
Saat itu masih tinggal didaerah pegunungan.
Saat itu sudah berkeluarga, dan sudah mempunyai seorang anak. Didaerah
sinilah sering kutemukan hikmah- hikmah apa yang terjadi dimasa
kecilku. Ternyata aku akan menghadapi tantangan lebih besar. Saat itu
aku menghafal, surah At- Taubah hal 195. Yang didalamnya terdapat ayat
53.
Katakanlah: “Sekali-kali tidak akan menimpa kami
melainkan apa yang telah ditetapkan Allah untuk kami. Dialah Pelindung
kami, dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal.”
Kala hari bergulir malam, saat itu aku dan
suami lagi shalat tarawih (pada bulan Ramdhan). Hanya saja kami tidak
berjamaah, karena aku khawatir, saat ditengah shalat anakku bangun, jadi
aku bisa mempercepat shalat.
Belum selesai kami shalat, tiba tiba saja
ayam betina kami yang lagi bertelor berteriak. Aku tetap bertahan dengan
shalatku, sementara suamiku membatalkan shalatnya, karena tak tahan
mendengar pekikan ayam yang semakin menjadi. Melompatnya suami dari
jendela, membuat suasana ketakutan semakin menjadi. Namun tak bisa
berbuat apa- apa, selain hanya menyelesaikan shalat. Hatiku berdesir,
tubuh gemetaran, namun ada sesuatu yang luar biasa, hanyalah ayat ini
yang selalu berulang ulang dikepalaku. Selesai shalat aku baru tau,
ternyata kami kedatangan tamu hewan pemangsa ayam. Karena alamnya sangat
gelap, jadi suami ku tak tau persisnya binatang itu seperti apa, ia
hanya sempat memukul binatang itu satu kali, dan binatang itu kabur
dengan cepatnya. Kata penduduk disana itu “macan sagar”. Binatang
sebesar anjing, namun pemangsa ayam atau hewan- hewan ternak lainnya.
Anjing memang jenis hewan pemakan daging, namun sejauh ini disana tidak
ditemukan anjing memangsa binatang ternak. Aku tak tau bahasa
Indonesianya itu binatang apa. Aku tak bisa meraba- raba, yang terbayang
hanyalah serigala, tentu ini lebih mengerikan lagi. Apakah teman ada
yang tau apa nama bintang ini?
قل لن يصيبنا الا ما كتب الله لنا
Inilah yang selalu berulang –ulang di alam
sadarku. Betapa keterkejutan itu membuat susah sadarkan diri. Lebih-
lebih pada diri ayam itu, tersimpan harapan yang sangat sederhana.
Beternak ayam” itulah harapan yang sangat sederhana. Ayam itu sudah
kesekian kali bertelor dan menetas, namun tak pernah lepas dari hewan-
hewan pemangsa. Tikus, biyawak, musang, dan binatang lainnya. Bahkan
disana aku baru ternyata jenis musang pun berbeda – beda warnanya dan
namanya. Ada yang kekuning-kuningan, kecoklatan, kemerah- merahan.
Sayang aku tak bisa lagi mengingat nama- nama binatang itu. Dan kali ini
kedatangan tamu yang lebih besar lagi. Padahal aku sudah punya
rancangan- rancangan agar ayamku tak kena santapan pemangsa. Ternyata
Allah berkehendak lain. Aku kedatangan tamu yang masih belum kukenal.
Katakanlah: “Sekali-kali tidak akan menimpa
kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah untuk kami.
Sungguh memberikan makna yang luar biasa
bagiku. Andai tidak kedatangan tamu iu, mungkin aku hanya sekedar
menghafal tanpa berusaha memahaminya. Ayat ini mengajariku agar selalu
berpasrah atas ketentuan – ketentuan Allah yang tak mampu aku elakkan
lagi. Belakangan ku menyadarai, bahwa ayat ini,lanjutan rangkaian
rangkain pesan sederhana dari masa kecil. Dikala kecilku ku di ajari,
berbakti pada orang tua, tidak mengeluh seberapa pun beratnya. Namun
ayat ini mengajari arti sebuah keikhlasan atas sebuah kehendak Allah.
Mungkin
aku bisa kuat dengan tidak mengeluh, namun keikhlasan akan membuat ku
kuat tanpa harus memaksakan diri menjadi orang kuat.
Subhanallah .. inilah teman pembelajaran- pembelajaran orang sangat
sederhana. Yang tak mengenal bintang- bintang didunia sana.
هو مولنا
“dialah pelindung kami” meyakini Allah
sebagai pelindung, sebagai pemimbing, akan membuat keoptimiisan dalam
hidup kita. Betapa tidak!! Bagaimana andae setiap saat kita bisa
merasakan “bahwa Allah bersama kita, selalu menatap kita, selalu sayang
pada kita, selalu memberi kesempatan pada kita tuk berbuat kepada yang
lebih baik. Apakah ini tidak lebih cukup sebagai teman dalam mengarungi
kerasnya bahtera kehidupan. Adakah nikmat yang lebih besar selain
Allah kenalkan kita pada Allah, pada Rasulnya, pada Islam. Bisakah kita
membayangkan hidup tanpa Allah?? Tanpa cahaya?? Tanpa iman? Tentu
sebuah bayangan yang mengerikan!! Ketika hidup kita dalam kesempitan,
tak ada tempat tuk mengadu, karena hati tak mengenal Allah. Yang dikenal
hanyalah keluh kesah, dan mati pun dalam keadaan terhimpit kubur..
na’udzu billah.
وعلى الله فليتوكل المؤمنون
dan hanya kepada Allah orang-orang yang
beriman harus bertawakal.”
Subhanallah. Inilah titk kekuatan orang-
orang beriman. Allah sebagai pelindung mereka, kepada Allah mereka
bertawakkal, adakah yang lebih kuat perlindungannya selain Allah? Adakah
yang lebih bijak pembimbingnya selain Allah?
Betapa ayat ini juga mengajariku dan
memberiku sebuah cita- cita yang panjang, yang tak bisa kugapai hanya
setahun dua tahun tapi harus berusaha seumur hidup, yaitu ; menjadikan diriku seorang mu’min. Mentaati Allah dan
RasulNya.
Iman; tak hanya bisa diucapkan dengan kata,
tapi memang harus diyakini dan aplikasikan dalam kehidupan.
Orang-orang Arab Badui itu berkata: “Kami
telah beriman”. Katakanlah: “Kamu belum beriman, tapi katakanlah ‘kami
telah tunduk’, karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu; dan jika
kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi
sedikitpun pahala amalanmu; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang” (Al- Hujurat : 14)
Kemarin sempat tersesat, di situs mereka-
mereka yang membenci Islam, meraka menghujat islam, menghujat ayat- ayat
Alquran, sebuah pemandangan mengerikan buatku.
Betapa sombongnya mereka berani menghujat
Allah dan RasulNya. Apakah mereka termakan intan berlian yang membuat
mereka merasa pintar, berani menghujat ayat- ayat Allah? Ingin rasanya
aku kasih komen, ah percuma. Cukup ini memberiku pelajaran ; bahwa
beruntungnya
aku mengenal Allah. Cukup ini memberiku pelajaran; bahwa pentingnya
senantiasa
minta hidayah. senantiasa berusaha amalkan Islam dengan istiqamah.
Senantiasa
berdo’a tetapkan iman. Senantiasa berdo’a dimatikan atas iman dan
Islam.
Ya dzaljalaali wal ikram. Amitnaa ‘alal
iiman wal islam.
Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami
ialah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat
akan turun kepada mereka dengan mengatakan: “Janganlah kamu takut dan
janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang
telah dijanjikan Allah kepadamu”.