Pages

Subscribe:

Rabu, 22 Februari 2012

Satu Ayat Yang Menemaniku

السلا م عليكم ورحة الله وبركا ته
بسم الله الر حمن الر حيم
Teman pasti punya kata- kata yang sangat berharga, berpengaruh, sebagai pemotivasi , entah dari siapa.
Sebagai anak orang desa, aku tak banyak mengenal kata- kata keren dari mereka mereka yang is the best. Masa kecilkun pun sangat jarang mendapat arahan dari orang tua, sebagai anak sulung , padaku terlalu besar harapan yang disandarkan padaku, sampai- sampai aku dilarang bermimpi. Masa kecil meyedihkan. Disaat kulihat teman- teman bermain- main dengan umur sebaya, disaat itu aku menjadi pengganti ibu, ketika beliau bekerja. Bersih- bersih rumah, menjaga jemuran ikan-ikan hasil usaha orang tua hingga bisa dapat dijadikan uang, menjaga adik- adik, bahkan bekerja untuk mengisi uang saku sendiri. Tak kusesali, namun yang paling perih dalam hidupku, ketika aku harus mengubur mimpi yang pernah kususun .
Ada satu kalimat yang begitu berkesan dimasa kecilku,  kata- kata dari seorang kaka. (ustazd pengajar dimadrasah, karena mereka saat itu remaja dan masih belajar);
berkeluh kesah, mencela apa yang Allah tentukan, adalah termasuk salah satu dosa besar.
Untuk itulah aku tak ingin mengeluh. Tak ingin mencaci kehidupan seberapa pun pahitnya. Yang sering kulakukan hanyalah berusaha mencari- cari jalan penyelesaian dan mencari – cari hikmah disetiap kejadian. Karena sesudah itu aku akan bisa mensykurinya, walaupun kadang sudah terlalu banyak menguras air mata. Allah tak kan menjhalimi hambanya; kata- kata inilah yang sering kuulang, untuk bisa membuatku bertahan.
Ada juga satu kalimat, kalimat itu dari buku akhlaqul banin, aku lupa seperti apa persisnya, yang ku ingat hanyalah ;
janganlah berkata, uf, ah kepada orang tua.
Kalau mengingat masa- masa kecil, kadang aku kagum pada masa kecilku, betapa ku tak pernah berkata; tidak, ah, atau sekedar menggelengkan kepala, aku selalu menurut, seberapa pun beratnya tu bagiku. Padahal duniaku dengan dunia ibuku, sangat berbeda.
Adalagi satu kalimat yang sangat berharga bagiku. Kalimat itu dari buku yang yang ditulis seorang kaka, sebagai hadiah atas prestasiku. Buku itu beliau sendiri yang tulis, dan khusus hanya untukku. ; diantara isi buku itu;
Adikku. kamu bagaikan hidup dihutan belantara, dan ilmu adalah senjata, dan banyak mangsa yang mengintaimu, yang siap menerkam bahkan menghancurkanmu. Dan kamu punya senjata, senjata itu takkan memberi manfaat apa- apa kalau kau tidak mengayunkannya. Kamu akan binasa bersama senjatamu. Begitulah juga ilmu, ilmu tak kan memberi manfaat apa- apa kalau kau tidak mengamalkannya.
Pesan- pesan sederhana yang terangkai indah, membuat kehidupanku jadi lebih bermakna. Setelah dewasa, kutemukan lagi hikmah yang luar biasa, kenapa masa kecilku kadang ku merasa terlalu keras buatku, ternyata setelah dewasa aku pun harus lebih kuat. Belakangan aku baru sadar, masa kecil adalah latihan buat masa depanku. Ternyata aku dididik kemarin, untuk hari ini, dan hari untuk hari depan, begitulah rangkaian seterusnya, sampai  perpindahan alam kelak. Dan disanalah penuaian apa yang telah kulakukan pada saat ini.
Ada lagi salah satu cerita yang begitu berkesan dalam hidupku.
Saat itu masih tinggal didaerah pegunungan. Saat itu sudah berkeluarga, dan sudah mempunyai seorang anak.  Didaerah sinilah sering kutemukan hikmah- hikmah apa yang terjadi dimasa kecilku. Ternyata aku akan menghadapi tantangan lebih besar.   Saat itu aku menghafal, surah At- Taubah  hal 195. Yang didalamnya terdapat ayat 53.
Katakanlah: “Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah untuk kami. Dialah Pelindung kami, dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal.”
Kala hari bergulir malam, saat itu aku dan suami lagi shalat tarawih (pada bulan Ramdhan). Hanya saja kami tidak berjamaah, karena aku khawatir, saat ditengah shalat anakku bangun, jadi aku bisa mempercepat shalat.
Belum selesai kami shalat, tiba tiba saja ayam betina kami yang lagi bertelor berteriak. Aku tetap bertahan dengan shalatku, sementara suamiku membatalkan shalatnya, karena tak tahan mendengar pekikan ayam yang semakin menjadi.  Melompatnya suami dari jendela, membuat suasana ketakutan semakin menjadi. Namun tak bisa berbuat apa- apa, selain hanya menyelesaikan shalat. Hatiku berdesir, tubuh gemetaran, namun ada sesuatu yang luar biasa,  hanyalah ayat ini yang selalu berulang ulang dikepalaku. Selesai shalat aku baru tau, ternyata kami kedatangan tamu hewan pemangsa ayam. Karena alamnya sangat gelap, jadi suami ku tak tau persisnya binatang itu seperti apa, ia hanya sempat memukul binatang itu satu kali, dan binatang itu kabur dengan cepatnya. Kata penduduk disana itu “macan sagar”. Binatang sebesar anjing, namun pemangsa ayam atau hewan- hewan ternak lainnya. Anjing memang jenis hewan pemakan daging, namun sejauh ini disana tidak ditemukan anjing memangsa binatang ternak. Aku tak tau bahasa Indonesianya itu binatang apa. Aku tak bisa meraba- raba, yang terbayang hanyalah serigala, tentu ini lebih mengerikan lagi. Apakah teman ada yang tau apa nama bintang ini?
قل لن يصيبنا الا ما كتب الله لنا
Inilah yang selalu berulang –ulang di alam sadarku. Betapa keterkejutan itu membuat susah sadarkan diri. Lebih- lebih pada diri ayam itu, tersimpan harapan yang sangat sederhana. Beternak ayam” itulah harapan yang sangat sederhana. Ayam itu sudah kesekian kali bertelor dan menetas, namun tak pernah lepas dari hewan- hewan pemangsa. Tikus, biyawak, musang, dan binatang lainnya.  Bahkan disana aku baru ternyata  jenis musang pun berbeda – beda warnanya dan namanya. Ada yang kekuning-kuningan, kecoklatan, kemerah- merahan. Sayang aku tak bisa lagi mengingat nama- nama binatang itu. Dan kali ini kedatangan tamu yang lebih besar lagi. Padahal aku sudah punya rancangan- rancangan agar ayamku tak kena santapan pemangsa. Ternyata Allah berkehendak lain. Aku kedatangan tamu yang masih belum kukenal.
Katakanlah: “Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah untuk kami.
Sungguh memberikan makna yang luar biasa bagiku. Andai tidak kedatangan tamu iu, mungkin aku hanya sekedar menghafal tanpa berusaha memahaminya.  Ayat ini mengajariku agar selalu berpasrah atas ketentuan – ketentuan Allah yang tak mampu aku elakkan lagi. Belakangan  ku menyadarai, bahwa ayat ini,lanjutan rangkaian rangkain pesan sederhana dari masa kecil. Dikala kecilku ku di ajari, berbakti pada orang tua, tidak mengeluh seberapa pun beratnya. Namun ayat ini mengajari arti sebuah keikhlasan atas sebuah kehendak Allah.
Mungkin aku bisa kuat dengan tidak mengeluh, namun keikhlasan akan membuat ku kuat tanpa harus memaksakan diri menjadi orang kuat. Subhanallah .. inilah teman pembelajaran- pembelajaran orang sangat sederhana. Yang tak mengenal bintang- bintang didunia sana.
هو مولنا
“dialah pelindung kami” meyakini Allah sebagai pelindung, sebagai pemimbing, akan membuat keoptimiisan dalam hidup kita. Betapa tidak!! Bagaimana andae setiap saat kita bisa merasakan “bahwa Allah bersama kita, selalu menatap kita, selalu sayang pada kita, selalu memberi kesempatan pada kita tuk berbuat kepada yang lebih baik.  Apakah ini tidak lebih cukup sebagai teman dalam mengarungi kerasnya bahtera kehidupan.  Adakah nikmat yang lebih besar selain Allah kenalkan kita pada Allah, pada Rasulnya, pada Islam. Bisakah kita membayangkan hidup tanpa Allah?? Tanpa  cahaya?? Tanpa iman? Tentu sebuah bayangan  yang mengerikan!! Ketika hidup kita dalam kesempitan, tak ada tempat tuk mengadu, karena hati tak mengenal Allah. Yang dikenal hanyalah keluh kesah, dan mati pun dalam keadaan terhimpit kubur.. na’udzu billah.
وعلى الله فليتوكل المؤمنون
 dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal.”
Subhanallah. Inilah titk kekuatan orang- orang beriman. Allah sebagai pelindung mereka, kepada Allah mereka bertawakkal, adakah yang lebih kuat perlindungannya selain Allah? Adakah  yang lebih bijak pembimbingnya selain Allah?
Betapa ayat ini juga mengajariku dan memberiku sebuah cita- cita yang panjang, yang tak bisa kugapai hanya setahun dua tahun tapi harus berusaha seumur hidup, yaitu ; menjadikan diriku seorang mu’min. Mentaati Allah dan RasulNya.
Iman; tak hanya bisa diucapkan dengan kata, tapi memang harus diyakini dan aplikasikan dalam kehidupan.
Orang-orang Arab Badui itu berkata: “Kami telah beriman”. Katakanlah: “Kamu belum beriman, tapi katakanlah ‘kami telah tunduk’, karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu; dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikitpun pahala amalanmu; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (Al- Hujurat : 14)
Kemarin sempat tersesat, di situs mereka- mereka yang membenci Islam, meraka menghujat islam, menghujat ayat- ayat Alquran, sebuah pemandangan mengerikan buatku.
Betapa sombongnya mereka berani menghujat Allah dan RasulNya. Apakah mereka termakan intan berlian yang membuat mereka merasa pintar, berani menghujat ayat- ayat Allah? Ingin rasanya aku kasih komen, ah percuma. Cukup ini memberiku pelajaran ; bahwa beruntungnya aku mengenal Allah. Cukup ini memberiku pelajaran; bahwa pentingnya senantiasa minta hidayah. senantiasa berusaha amalkan Islam dengan istiqamah. Senantiasa berdo’a tetapkan iman.  Senantiasa berdo’a dimatikan atas iman dan Islam.
Ya dzaljalaali wal ikram. Amitnaa ‘alal iiman wal islam.

Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: “Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar